GAYA KEPEMIMPINAN SEBAGAI SUMBER KONFLIK

Dalam menjalankan perannya, seorang pemimpin selalu menggunakan gaya kepemimpinan. Secara teori, ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, partisipatif, dan laissezfaire. Pemimpin yang bergaya otoriter mengendalikan anak buahnya secara ketat. Dia membuat keputusan sendiri tanpa melibatkan anak buah, memberi perintah, dan mengawasi pelaksanaannya.

Pemimpin yang memilih gaya partisipatif, dalam batas tertentu melibatkan anak buah dalam pembuatan keputusan, mendelegasikan sebagian wewenangnya, serta melakukan pengendalian yang agak longgar.

Pemimpin yang mengambit model laissezfaire, memberi banyak kebebasan kepada anak buah untuk membuat keputusan, menjalankan keputusan, dan dengan melakukan pengawasan minimal.

Para ahli berpendapat bahwa untuk menjadi pemimpin yang efektif, tidak ada gaya yang benar atau yang salah. Yang ada adalah gaya kepemimpinan yang sesuai. Sesuai dengan apa? Sesuai dengan situasi dan anak buah. Sebagai contoh, dalam situasi krisis, gaya kepemimpinan yang cocok adalah otoriter. Ketika kondisi sedang gawat, tidak ada banyak waktu untuk diskusi, jadi pemimpin harus mengambil keputusan secara cepat, memberi perintah secara jelas, dan mengawasi secara ketat. Sebaliknya, dalam keadaan normal, pemimpin memiliki waktu yang memadai untuk mendiskusikan permasalahan dengan anak buah.

Faktor lain yang mempengaruhi ketepatan suatu gaya kepemimpinan adalah tingkat pengetahuan anak buah. Apabila anak buah tidak memiliki pengetahuan yang memadai pada bidang yang dipimpin, gaya otoriter lebih cocok. Bagaimana mungkin Anda berdiskusi dengan orang yang tidak paham? Sebaliknya, apabila anak buah memiliki pengetahuan yang tinggi, bahkan lebih baik dibanding Anda sebagai pemimpin, lebih tepat menggunakan gaya laissezfaire. Kalau Anda menerapkan gaya otoriter akan terjadi bencana. Bukankah anak buah Anda lebih pintar?

Apabila di tempat kerja Anda menghadapi masalah berulang, seperti ketidakpuasan pegawai, produktivitas rendah, atau banyak pegawai yang minta pindah, bisa jadi sumber masalahnya pada gaya kepemimpinan, Inilah saatnya untuk mempertimbangkan apakah gaya kepemimpinan Anda sebagai sumber masalah. Pemimpin adalah penentu kesuksesan organisasi. Bahkan orang-orang hebat dan berpengalaman sekalipun akan berkinerja rendah di bawah kepemimpinan yang buruk.

Repotnya, dalam setiap organisasi berlaku hokum trickle-down effect. Apa yang terjadi di atas, baik maupun buruk, pada akhirnya akan meresap ke bawah. Apabila Anda menjadi pemimpin yang buruk, Anda mengikis produktivitas dan motivasi tim. Di sisi lain, pemimpin yang hebat membuat tim mereka tertarik, terlibat, dan bersemangat. Oleh karena itu, penting sekali untuk memeriksa gaya kepemimpnan Anda saat ini.

Tanda Umum Pemimpin Buruk

Kepemimpinan yang buruk menjadi penyebab paling umum dari permusuhan atau rendahnya semangat kerja di kantor. Ada lima aspek dalam gaya kepemimpinan yang sering membuat pegawai frustasi, yaitu kurangnya komunikasi, arahan, otoritas, kepercayaan, dan kehadiran.

1. Kurangnya Komunikasi

Komunikasi sangat penting dalam hal kepemimpinan yang efektif. Tidak hanya arahan dan ekspektasi yang harus jelas, tetapi Anda juga perlu menghargai masukan dari semua pegawai. Menurut sebuah survei, 91% pegawai mengatakan pemimpin mereka kurang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Pemimpin yang buruk sering kali menempatkan prioritas rendah pada perhatian dan umpan balik. Ketika pegawai tidak merasa didengarkan, mereka akan mengurangi upaya pencapaian sasaran kinerja mereka.

Perlu dicatat di sini, umpan balik dan diskusi panjang lebar dengan pegawai cocok dalam situasi normal dan pegawai memiliki pengetahuan yang memadai pada topik yang didiskusikan. Pada situasi gawat, pegawai kehilangan arah, dilanda rasa khawatir sehingga tidak bisa berpikir jernih. Mereka tidak bisa diajak diskusi. Yang mereka butuhkan adalah arahan yang jelas dan tegas.

2. Kurangnya Arahan

Seorang pemimpin yang tidak memiliki tujuan membuat takut semua orang yang terlibat. Atasan yang baik adalah yang tahu saat ini berada di mana, ingin ke mana, dan caranya seperti apa untuk sampai di tempat yang diinginkan. Sebagai pemimpin, Anda harus menyampaikan tujuan organisasi secara jelas kepada semua pegawai. Tanpa arahan yang baik, para pegawai tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan akhirnya frustasi.

3. Kurangnya Otoritas

Seorang pemimpin yang baik membutuhkan informasi, masukan, atau nasihat dari pegawainya. Namun, seorang pemimpin juga perlu mengendalikan situasi sebelum menjadi tidak terkendali. Pemimpin memang harus kritis, mengawasi jalannya proses dalam organisasinya. Namun, seorang pemimpin yang tidak memiliki wewenang, tidak kuat, yang tidak melakukan apa-apa dan berpegang teguh pada status quo bisa sama merusaknya.

4. Kurangnya Kepercayaan

Pegawai sering kali merasa kehilangan semangat oleh pemimpin yang tidak memberinya kepercayaan, tipe orang yang gampang mengkritik dan melakukan micromanage. Oleh karena itu, penting sekali untuk mempercayai pengetahuan dan keahlian pegawai Anda. Sebagai seorang pemimpin, Anda tidak dapat ikut campur dalam setiap aspek pekerjaan mereka. Anda harus mengetahui kapan harus mendelegasikan dan kapan harus memimpin.

5. Kurangnya Kehadiran

Seorang pemimpin yang baik harus hadir. Bahkan ketika pegawai bekerja dari rumah, seorang pemimpin harus mendelegasikan tugas, melacak waktu, menanggapi pertanyaan mereka, dan banyak lagi. Anda tidak dapat mengharapkan tim Anda untuk kerja keras dan memberi upah lebih sementara Anda tidak berada di tengah-tengah mereka. Dalam masa pandemi seperti sekarang, berada dalam satu ruangan bukan berarti dalam ruang fisik, tetapi juga dapat berupa ruang virtual.

Bagaimana Menjadi Pemimpin yang Lebih Baik?

Kabar baiknya, pemimpin yang buruk bisa berubah menjadi pemimpin yang baik. Caranya adalah mempelajari dan meningkatkan keterampilan berbagai gaya kepemimpinan, serta menerapkan pada situasi yang tepat. Pemimpin saat ini harus mampu bermanuver secara cermat di antara berbagai gaya kepemimpinan.

Di luar kemampuan umum terkait gaya kepemimpinan, terdapat beberapa keterampilan yang lebih spesifik untuk dimiliki pemimpin.

Pertama adalah kemampuan menyelesaikan konflik. Banyak ahli percaya bahwa resolusi konflik adalah keterampilan kepemimpinan yang sangat diperlukan, selain perhatian terhadap detail atau kemampuan untuk multitasking. Resolusi konftik adalah keterampitan yang berguna untuk menangani orang dan tugas, memungkinkan Anda memahami konteks dan dinamika yang mendasarinya.

Kedua adalah kemampuan menerima umpan balik. Pemimpin yang baik adalah orang yang menghargai umpan balik, baik positif maupun negatif. Kritik seharusnya tidak dibalas dengan cemoohan atau serangan balik. Sebaliknya, sambutlah dengan tangan terbuka. Setiap orang tidak peduli pangkatnya memiliki ruang untuk perbaikan. Maka, terimalah suara dan opini mereka, kalau Anda nilai benar.

Ketiga adalah kecakapan memotivasi. Sedikit kecakapan motivasi dapat meningkatkan gaya kepemimpinan apa pun. Kisah pribadi yang menginspirasi dapat menghidupkan kembali semangat pegawai dan memacu kinerja puncak. 

Anda dapat berkisah bagaimana harus mengatasi kesulitan atau bekerja di lingkungan yang menantang. Cobalah bercerita mengenai bagaimana Anda berupaya sekuat tenaga sehingga mampu melampaui batasan-batasan yang membelenggu Anda. Pemimpin yang inspiratif merupakan perpaduan yang tepat antara pendidikan dan hiburan.


Posted

in

by

Tags: